oleh: Team Ahli TauhidAllah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman
itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka,
dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman
mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu)
orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari
rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benar-nya." (Al-Anfal: 2-4)
"Dan
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah,
dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan
(kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang
benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang
mulia." (Al-Anfal: 74)
Dalam
ayat-ayat yang pertama Allah menyebutkan orang-orang yang lembut
hatinya dan takut kepada Allah ketika namaNya dise-but, keyakinan mereka
bertambah dengan mendengar ayat-ayat Allah. Mereka tidak mengharapkan
kepada selainNya, tidak menyerahkan hati mereka kecuali kepadaNya, tidak
pula meminta hajat kecuali ke-padaNya.
Mereka
mengetahui, Dialah semata yang mengatur kerajaanNya tanpa ada sekutu.
Mereka menjaga pelaksanaan seluruh ibadah fardhu dengan memenuhi syarat,
rukun dan sunnahnya. Mereka adalah orang mukmin yang benar-benar
beriman. Allah menjanjikan mereka derajat yang tinggi di sisiNya,
sebagaimana mereka juga memperoleh pahala dan ampunanNya.
Kemudian
dalam ayat yang kedua Allah menyifati para sahabat Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam, baik Muhajirin maupun Anshar dengan iman
yang sebenar-benarnya, karena iman mereka yang kokoh dan amal perbuatan
mereka yang menjadi buah dari iman tersebut.
Telah
kita ketahui bersama lafazh iman, baik secara bahasa maupun munurut
istilah. Sebagaimana kita juga mengetahui bahwa madzhab Ahlus Sunnah wal
Jama’ah memasukkan amal ke dalam makna iman, dan bahwa iman itu bisa
bertambah, juga bisa berkurang.
Bertambah
karena bertambahnya amal shalih dan keyakinan dan berkurang karena
berkurangnya hal tersebut. Kemudian kita juga mengetahui sebagian besar
dalil-dalilnya. Berikut ini kita akan menambah keterangan tentang makna
Islam dan iman.
Islam Dan Iman
Di
dalam Islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana
Nabi Shalallaahu alaihi wasalam membedakan makna Islam, iman dan ihsan.
Dalam hadits Jibril, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiallaahu anhu bahwa ia berkata,
"Ketika Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam pada suatu hari keluar berkumpul dengan para sahabat,
tiba-tiba datanglah Jibril dan bertanya, "Apakah iman itu?" Beliau
menjawab, "Iman adalah engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya,
kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan engkau beriman dengan hari
Kebangkitan." Dia bertanya lagi, "Apakah Islam itu?" Beliau menjawab,
"Islam adalah engkau menyembah Allah dan tidak berbuat syirik kepadaNya,
engkau mendirikan shalat, membayar zakat yang diwajibkan, puasa
Ramadhan dan berhaji ke Baitullah." Dia bertanya lagi, "Apakah ihsan
itu?" Beliau menjawab, "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau
melihatNya. Jika engkau tidak dapat melihatNya maka sesungguh-nya Ia
melihatmu." Dia bertanya lagi, "Lalu kapankah Kiamat tiba?" Beliau
menjawab, "Orang yang ditanya tentang Kiamat tidak lebih mengetahui
daripada si penanya. Tetapi saya beritahukan kepadamu beberapa tandanya,
yaitu jika wanita budak melahirkan tuannya, jika para penggembala unta
hitam telah berlomba-lomba meninggikan bangunan. (Ilmu tentang) hari
Kiamat termasuk dalam lima perkara yang tidak diketahui kecuali oleh
Allah." Kemudian dia pergi, lalu nabi bersabda, "Kembalikan dia!" Tetapi
orang-orang tidak melihat sesuatu. Beliau kemudian bersabda, "Dia
ada-lah Jibril, datang kemari untuk mengajari manusia tentang
agama-nya." (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Iman, Bab Su’alu Jibril An-Nabi wa anil Iman wal Islam wal Ihsan, no. 50).
Islam
Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam banyak menamakan beberapa perkara dengan
sebutan Islam, umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati),
Salama-tunnas minal lisan wal yad (tidak menyakiti orang lain dengan
lisan dan tangan), memberi makan, serta ucapan yang baik.
Semua
perkara ini, yang disebut Rasulullah sebagai Islam mengandung nilai
penyerahan diri, ketundukkan dan kepatuhan yang nyata. Hukum Islam
terwujud dan terbukti dengan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat,
membayar zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah.
Ini
semua adalah syiar-syiar Islam yang paling tampak. Seseorang yang
melaksanakannya berarti sempurnalah peng-hambaannya. Apabila ia
meninggalkannya berarti ia tidak tunduk dan berserah diri. Lalu
penyerahan hati, yakni ridha dan taat, dan tidak menggang-gu orang lain,
baik dengan lisan atau tangan, ia menunjukkan adanya rasa ikatan
ukhuwah imaniyah.
Sedangkan
tidak menyakiti orang lain merupakan bentuk ketaatan menjalankan
perintah agama, yang memang menganjurkan kebaikan dan melarang
mengganggu orang lain serta memerintahkan agar mendermakan dan menolong
serta men-cintai perkara-perkara yang baik. Ketaatan seseorang dengan
berbagai hal tersebut juga hal lainnya adalah termasuk sifat terpuji,
yakni jenis kepatuhan dan ketaatan, dan ia merupakan gambaran yang nyata
ten-tang Islam.
Hal-hal tersebut mustahil dapat terwujud tanpa pembenaran hati (iman). Dan berbagai hal itulah yang disebut sebagai Islam.
Iman
Kita
telah mengetahui jawaban Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam
hadits Jibril . Beliau juga menyebut hal-hal lain sebagai iman, seperti
akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul Shalallaahu alaihi
wasalam, cinta sahabat, rasa malu dan sebagainya. Itu semua adalah iman
yang merupakan pembenaran batin.
Tidak
ada sesuatu yang mengkhususkan iman untuk hal-hal yang bersifat batin
belaka. Justru yang ada adalah dalil yang menunjukkan bahwa amal-amal
lahiriah juga disebut iman. Sebagiannya adalah apa yang telah disebut
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sebagai Islam.
Beliau
telah menafsirkan iman kepada utusan Bani Abdil Qais dengan penafsiran
Islam yang ada dalam hadits Jibril. Sebagaimana yang ada dalam hadits
syu'abul iman (cabang-cabang iman). Rasululah Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda, "Yang paling tinggi adalah ucapan, 'La ilaha illallah' dan
yang paling rendah meyingkirkan gangguan dari jalan."
Padahal
apa yang terdapat di antara keduanya adalah amalan lahiriah dan
batiniah. Sudah diketahui bersama bahwa beliau tidak memaksudkan hal-hal
tersebut menjadi iman kepada Allah tanpa disertai iman dalam hati,
sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak dalil syar'i tentang
pentingnya iman dalam hati.
Jadi
syiar-syiar atau amalan-amalan yang bersifat lahiriah yang disertai
dengan iman dalam dada itulah yang disebut iman. Dan makna Islam
mencakup pembenaran hati dan amalan perbuatan, dan itulah istislam
(penyerahan diri) kepada Allah.
Berdasarkan
ulasan tersebut maka dapat dikatakan, sesungguhnya sebutan Islam dan
iman apabila bertemu dalam satu tempat maka Islam ditafsirkan dengan
amalan-amalan lahiriah, sedangkan iman ditafsirkan dengan
keyakinan-keyakinan batin. Tetapi, apabila dua istilah itu di-pisahkan
atau disebut sendiri-sendiri, maka yang ditafsiri dengan yang lain.
Artinya
Islam itu ditafsiri dengan keyakinan dan amal, sebagaimana halnya iman
juga ditafsiri demikian. Keduanya adalah wajib, ridha Allah tidak dapat
diperoleh dan siksa Allah tidak dapat dihindarkan kecuali dengan
kepatuhan lahiriah disertai dengan keyakinan batiniah. Jadi tidak sah
pemisahan antara keduanya.
Seseorang
tidak dapat menyempurnakan iman dan Islamnya yang telah diwajibkan
atasnya kecuali dengan mengerjakan perintah dan menjauhkan diri dari
laranganNya. Sebagaimana kesempurnaan tidak mengharuskan sampainya pada
puncak yang dituju, karena adanya bermacam-macam tingkatan sesuai dengan
tingginya kuantitas dan kualitas amal serta keimanan. Wallahu a'lam!
Jumat, 13 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)